Mataram, NTB – Kasus Mafia Tanah yang melibatkan dua orang tersangka yakni CW (40) asal Ampenan Kota Mataram dan LB (49) asal Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah kini berkasnya telah masuk tahap dua. Kedua tersangka dan barang bukti kini telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto menyebutkan, kasus bermula ketika pada periode Mei 2019 sampai dengan Maret 2021 kedua tersangka secara bersama-sama menawarkan lahan seluas kurang lebih 1.698,56 Are yang terdiri dari 32 bidang dalam satu hamparan yang disebut main area. Tanah itu sebelumnya dinyatakan sebagai milik tersangka LB yang terletak di Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah NTB.
Kepada korban sekaligus saksi, keduanya menjual tanah tersebut dengan harga Rp.10 juta per are atau senilai keseluruhan Rp16,985 miliar lebih.
“Saat itu saksi korban bersedia melunasi pembayaran lahan tanah tersebut dengan syarat seluruh bidang tanah itu telah bersertifikat atas nama saksi korban,” jelas Artanto, Kamis 30/6.
Oleh tersangka CW menyanggupi syarat tersebut dengan mengalihkan nama sertifikat seluruh bidang tanah yang dimaksud menjadi atas nama saksi korban, dengan syarat saksi korban membayar 70 persen dari seluruh nilai jual lahan tanah tersebut.
Namun, dalam perjanjiannya tersangka tidak mengalihkan nama sertifikat kepada nama saksi korban selambat-lambatnya 10 Desember 2019, maka uang jaminan yang diserahkan oleh saksi korban kepada CW harus dikembalikan utuh.
Setelah uang jaminan sebesar Rp11,889 miliar lebih atau 70 persen dari nilai jual diserahkan, lanjut Artanto, saksi korban melalui transfer rekening kepada tersangka CW pada 25 November 2019. Sejak 27 November 2019 hingga 20 Maret 2020 telah habis ditarik tunai ataupun transfer ke beberapa rekening oleh tersangka CW.
“Uang tersebut, oleh tersangka CW habis untuk bayar hutang, beli tanah, transfer ke rekening tersangka LB dan LB menarik Tunai dan mentransfer kembali ke rekening lain, sehingga uang senilai 70 persen tersebut tidak disimpan sebagai jaminan oleh tersangka melainkan digunakan untuk keperluan tersangka,” jelas Artanto.
“Ternyata hanya seluas 269,50 are saja luas tanah yang bisa dialihkan nama pemilik dalam sertifikat nya menjadi nama saksi korban, selebihnya tidak ada. Karena 27 bidang lainnya yang semula dikatakan milik tersangka LB, ternyata milik para warga desa setempat,” lanjutnya.
Terhadap perkara tersebut, penyidik telah selesai melakukan proses penyidikan berupa pengumpulan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 KUHP dengan dinyatakan berkas perkara telah lengkap oleh penuntut umum berdasarkan Surat 1128/N.2.4/E0H.1/04 /2022 tanggal 27 April 2022 dalam proses penyidikan yang dilakukan terhadap para tersangka telah dilakukan proses penahanan oleh Penyidik.
“Selanjutnya berdasarkan keterangan pasal 8 ayat (3) huruf b KUHP, pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHP maka hari (30/06) akan dilakukan proses penyerahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Tinggi NTB,” pungkas Artanto.