Sasamboinside.com – Masyarakat nelayan di Pesisir Pantai Bumbang Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah terancam digusur oleh PT Bumbang Citra Nusa, pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) untuk lahan seluas 60 hektar di sekitar pesisir pantai desa setempat.
Masyarakat sejumlah 50 kepala keluarga (KK) lebih terbagi dalam tiga dusun yakni Dusun Semunduk, Dusun Bumbang, dan Dusun Takar-akar. Terkini, mereka mendapat ultimatum dari pihak perusahaan agar segera mengosongkan lahan dalam tempo 10 hari kedepan. Jika tidak, maka akan dilakukan penggusuran secara paksa.
Upaya penggusuran yang di lakukan oleh PT. BCN tersebut terus dilancarkan oleh pihak-pihak PT BCN, mulai dari upaya pemanggilan satu persatu, kemudian pemanggilan sebagian masyarakat ke Kantor Desa.
Namun begitu, menurut Sri Anom Putra Sanjaya selaku Pemuda setempat sekaligus sebagai kuasa hukum masyarakat menilai rencana akuisisi lahan yang dilakukan oleh PT Bumbang cacat hukum lantaran berada diluar area lahan yang memiliki ijin HGB.
Anom, menilai PT BCN tidak ada hak untuk memanggil-manggil warga apalagi memberikan ultimatum karena lahan yang ditempati masyarakat berada diluar HGB dan sudah dikuasai masyarakat selama puluhan tahun.
“Lahan yang dikuasai masyarakat diluar HGB, tidak ada hak bagi pihak PT untuk ultimatum masyarakat, apalagi mengiming-imingi masyarakat dengan uang jutaan rupiah, kalau merasa memiliki lahan tersebut tunjukkan ke kami” tegasnya.
Selain itu, menurutnya rencana penggusuran terhadap warga tersebut bukan semata-mata soal relokasi, namun menurutnya lebih kepada perubahan-perubahan yang akan timbul pada kehidupan baru yang akan mereka jalani.
“Iya kita punya rumah, kita punya lahan, tapi bagaimana dengan pekerjaan, akan ada banyak yang berubah pada tatanan kehidupan kedepan yang tentu akan menyulitkan mereka,” ungkapnya.
Dirinya mengambil contoh masyarakat Dusun Ebunut dan Ujung Lauq di Desa Kuta sebagai imbas pembangunan Sirkuit Mandalika. Memang mereka mempunyai tempat tinggal baru, namun kemudian tidak relevan dengan kehidupan mereka sebelumnya.
“Mereka kehilangan rumah yang sudah ditinggali berpuluh-puluh tahun, kehilangan pekerjaan, bahkan banjar merekapun hilang. Ini sekali lagi tidak sesederhana mereka digusur kemudian direlokasi” jelasnya.
Mirisnya lagi, banyak diantara masyarakat saat ini yang tidak memiliki tanah sama sekali.
“Mereka tinggal disana, menggantungkan hidupnya disana selama puluhan tahun dari muda sampai memiliki anak cucu, dan dari kakek nenek mereka. Sementara yang tidak punya tempat tinggal sama sekali selain ditempat itu juga banyak, kalau mereka terusir mereka tinggal dimana kemudian masak mereka bawa mesin kompesor, mesin perahu, dan semua peralatannya untuk terus bolak balik dari gunung kepesisir” tandas Ketua Karang Taruna Kecamatan Pujut tersebut.
Disisi lain pihaknya meragukan keseriusan PT. BCN untuk membangun dengan serius karena selama puluhan tahun mereka memiliki ijin HGB sampai saat ini belum ada satupun bentuk bangunan yang mereka dirikan.
“Kantornyapun tidak ada disini, apalagi bangunan, begitu luas tanah HGB mereka tapi tidak ada sama sekali bangunannya sementara sudah cukup lama ijin HGB nya, saya tidak percaya mereka serius membangun” tegasnya.
“Mereka betul-betul tidak memiliki hati nurani, semestinya dibulan suci Ramadhan ini momen kita untuk fokus beribadah, bukan mencipatakan konflik, kalau mereka betul-betul melakukan penggusuran maka kita kompak dan akan melawan,” ingatnya tegas.
Sementara itu, salah satu warga setempat, Amaq Serun mengungkapkan dirinya memilih tinggal di pinggir pantai lantaran profesinya yang merupakan seorang nelayan, tidak memiliki keahlian untuk menjadi petani ataupun lainnya.
Menyikapi ultimatum yang disampaikan oleh PT Bumbang,dirinya mengaku tidak gentar. Ia dan warga lainnya akan tetap menduduki dan mempertahankan wilayah yang telah berpuluh-puluh tahun mereka tinggali tersebut.
“Kalau saya disini dan teman-teman lainnya yang masih berada disini, siap mati di tempat. Kalau sampai saya berhasil digusur di tempat ini, saya akan pindahkan sampan dan peralatan-peralatan saya ke kantor desa,” tegasnya.
“Dan kalau sampai saya berkhianat, silahkan bakar perlengkapan saya mulai sampan, mesin ketinting, mesin tempel, kompresor dan lain-lain. Kalaupun saya dikasih seratus juta, saya tetap akan bertahan di tempat ini.” imbuhnya.
Perihal ultimatum yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan agar warga setempat mengosongkan lahan dalam sepuluh hari kedepan dibenarkan oleh Amaq Mancing.
“Jika sampai tenggat waktu yang ditentukan, warga tidak membongkar sendiri bangunan yang ada, makan pihak perusahaan akan menggusur secara paksa,” terangnya.