Kejari Lombok Tengah Kejar Dugaan Korupsi PPJ! Siapa yang Terlibat?

Sasamboinside.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah terus melakukan langkah-langkah strategis dalam mengusut dugaan korupsi pajak penerangan jalan (PPJ). Dalam proses penyelidikannya, Kejari Lombok Tengah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya dalam perhitungan kerugian negara.

Langkah ini mendapatkan apresiasi dari pembina GMPRI sekaligus penggiat antikorupsi, Lalu Eko Mihardi. Ia menilai koordinasi yang dilakukan penyidik Kejari Lombok Tengah sudah tepat untuk mengungkap dugaan korupsi ini secara terang benderang.

Lalu Eko Mihardi menyoroti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2022. Dalam laporan tersebut, ditemukan bahwa insentif pungutan pajak penerangan jalan sebesar Rp777.336.680,00 tidak berdasar pada kinerja yang terukur.

Menurutnya, hal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang cara pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, serta Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 26 Tahun 2022 tentang pemanfaatan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

“Dalam aturan jelas disebutkan bahwa insentif diberikan berdasarkan kinerja terukur. Namun, dalam temuan BPK, insentif ini tetap diberikan meskipun tidak memenuhi target pada triwulan pertama hingga triwulan keempat,” tegasnya, Rabu 12/2/25.

Lebih lanjut, Lalu Eko menghitung bahwa sejak 2019 hingga 2023, jumlah insentif yang diberikan cukup besar. Jika pada tahun 2022 saja mencapai Rp777 juta lebih, maka angka keseluruhan dalam lima tahun terakhir tentu jauh lebih besar.

Penyidik Kejari Lombok Tengah juga dinilai tepat dalam mendalami aspek penerangan jalan umum (PJU), yang merupakan salah satu komponen dari pengelolaan pajak penerangan jalan.

“Dari pajak penerangan jalan inilah PJU dibayarkan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah banyaknya PJU yang tidak menyala atau rusak, tetapi tetap dibayarkan. Ini jelas merugikan masyarakat yang telah membayar pajak penerangan jalan,” ujar Lalu Eko.

Ia juga menyoroti adanya kontrak daya antara Pemda dan PLN yang dianggap merugikan masyarakat.

“Lebih parahnya lagi, ada tagihan susulan dari PLN ke Pemda terkait PJU. Ini harus dijelaskan secara transparan agar masyarakat tidak merasa dirugikan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Lalu Eko mengungkap bahwa Pemkab Lombok Tengah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala desa untuk menganggarkan dana desa tahun 2025 guna pengadaan PJU di desa. Hal ini dinilai janggal mengingat pada Desember 2024 saja, setoran PPJ dari PLN ke kas daerah mencapai Rp2,6 miliar lebih, sedangkan pembayaran PJU ke PLN hanya sekitar Rp900 juta.

“Jika melihat selisihnya, harusnya cukup untuk membiayai penerangan desa-desa di 12 kecamatan di Lombok Tengah. Lalu, mengapa masih meminta desa menggunakan dana desa? Padahal, masyarakat di desa dan kota sama-sama membayar PPJ sebesar 10 persen,” kritiknya.

GMPRI NTB berharap dugaan korupsi PPJ ini segera bergulir ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), mengingat kasus ini sudah menjadi perhatian publik, baik di Lombok Tengah maupun di tingkat nasional.

GMPRI NTB juga telah berkoordinasi dengan pimpinan GMPRI pusat, Raja Agung Nusantara, untuk menyampaikan kasus ini ke Kejaksaan Agung RI.

“Kami berharap kasus ini tidak berakhir seperti kasus Sintung Park, yang saat ini masih kami kumpulkan data pembanding untuk membuktikan bahwa SP3 yang dilakukan Kejati tidak berdasar,” pungkas Lalu Eko Mihardi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *