Sasamboinside.com – Pembebasan jalan nasional ruas Tanjung-Bayan rupanya masih menyisakan persoalan.
Musababnya, dari seluruh warga yang lahannya dibebaskan tercatat ada sebagian warga yang kekeuh menolak.
Pasalnya, warga menilai pondasi bangunan tidak masuk dalam hitungan tim appraisal.
Sehingga, DPRD Lombok Utara berencana bakal memanggil Kepala Dinas PUPR Lombok Utara.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPRD KLU, Artadi pada Kamis 22 Juni 2023.
Menurutnya, belakangan terdapat warga yang mengeluh ke Politisi Gerindra tersebut lantaran bangunan mereka tidak masuk dalam perhitungan.
Padahal satu pohon yang ditebang saja mendapat ganti rugi idealnya apalagi bangunan masyarakat yang sudah didanai dengan uang pribadi.
DPRD KLU akan segera memanggil pihak terkait untuk menjelaskan perkara tersebut ke masyarakat.
“Kita segera panggil Dinas PUPR dan Tim Appraisal itu supaya mereka jelaskan ke masyarakat. Sudah saya perintahkan Komisi I untuk bersurat,” ungkapnya.
Dijelaskan, sebelum melakukan aktivitas pelebaran jalan ini pihak DPRD KLU sudah menghimbau pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan persoalan dibawah.
Jangan sampai setelah pelebaran jalan ini justru malah ada persoalan lain dan ujungnya malah masyarakat yang dirugikan.
Pemikiran masyarakat tentu berbeda-beda, maka itu pemda tidak bisa mengkotak-kotakan mana masyarakat setuju dan yang belum setuju.
“Biarpun lima atau enam orang belum setuju itu tetap masyarakat Lombok Utara. Jangan sampai mereka dirugikan, kita harus segera perjelas persoalan ini bagaimana dengan tindaklanjutnya nanti,” jelasnya.
Dalam pemanggilan itu, pihak DPRD KLU nantinya juga akan menyoroti perihal tanah wakaf, fasilitas umum, masjid, serta kuburan yang diperkirakan juga terdampak imbas pelebaran jalan nasional tersebut.
“Apakah prosesnya akan dibebaskan dan dihitung oleh tim atau bagaimana.” Katanya.
Kendati begitu, Artadi tidak menginginkan persoalan ini justru berakhir di pengadilan yang mana Pemda tetap memaksa dan masyarakat harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
“Masyarakat tentu berbeda beda, mungkin hanya (bangunan dan lahan) itu yang mereka punya, jangan kita berpikir hanya satu atau enam orang saja tetap itu masyatakat kita, ini hak orang,” tegasnya.
“Kalau pembayaran di titip di pengadilan itu bukan melindungi dan berikan layanan kepada masyatakat menurut saya. Jadi seolah olah pemda ini tidak etis lah kepada masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Lombok Utara H. Djohan Sjamsu dimintai keterangan mengenai belum clearnya pembebasan lahan itu tetap berpatokan bahwa ini sudah ditentukan oleh pusat.
Segala kegiatan sudah dibiayai oleh negara termasuk pembebasan lahan dan Tim Appraisal tersebut.
Maka itu, ketika ada masyarakat yang belum setuju Bupati secara tegas mengaku akan menitipkan pembayaran ke pengadilan dan prosesnya pun tidak sebentar.
“Hanya beberapa orang dari sekian ratus orang itu masak kalah dengan enam atau tujuh orang itu. Harus kita ikhlas ndak bisa tidak. Karena besok kalau masyarakat tidak mau nerima uangnya akan dititip ke pengadilan dan ngurusnya pun agak sulit,” ucapnya.
Politisi PKB ini mengatakan, dalam prosesnya negara yang mendanai semua bukan daerah, anggaran dari pusat.
Dirinya mempertanyakan, jika mayoritas orang yang lahannya juga masuk dalam pembebasan menerima, kenapa sebagian orang masih menolak.
Jika berbicara keuntungan tentu semua ingin mendapat untung yang banyak hanya saja semua sudah ada taksiran dari pemerintah.
“Makanya kalau kita ingin keuntungan yang banyak tapi semua ini sudah ada hitungan dari tim. Harga semua sudah ditaksir oleh Appraisal, kalau sudah keputusan pemerintah pusat seperti itu, ya jalan terus ini,” tutup Djohan.