SEJARAH PERKEMBANGAN MUSIK HADRAH DI NUSANTARA

sasamboinside.com,- Musik Hadrah menjadi hiburan wajib di setiap acara keagamaan umat Islam. Nuansa musik rebana yang
khas dengan iringan lantunan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW menambah kekentalan suasana
islami Ketika grup musik tersebut berlangsung.
Tidak banyak yang mengetahui, ternyata musik Hadrah sudah lama mengakar dengan budaya
Nusantara, bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. Dari artikel yang ditulis oleh NU Online
mengatakan, bahwa shalawat Ishari berasal dari sebuah amaliyah Thariqah Muhabbaturrasul dengan
melantunkan Maulid Syarafatul Anam dan syair-syair diwan Hadrah.
Shalawat tersebut kemudian dipopulerkan pertama kali oleh yang mulia Habib Syech Botoputih
Surabaya, salah seorang ulama dan mursyid Thariqat pada tahun 1830. Kegiatan tersebut kemudian
popular di kalangan Para Santri dengan nama Hadrahan atau Terbangan.
Kemudian pada tahun 1918, shalawat Hadrah ini dikembangkan Kembali oleh KH Abdurrahim bin Abdul
Hadi di Pasuruan, dan lahirlah kelompok-kelompok hadrah yang didirikan oleh santri-santrinya, hingga
shalawat Hadrah tersebut dikenal sebagai shalawat Durrahiman.
Pada masa penjajahan, Seni Hadrah juga memiliki peran penting dalam konsolidasi kemerdekaan.
Kondisi Indonesia yang dijaga ketat oleh penjajah mengakibatkan kebebasan berkumpull masyarakat
menjadi terbatas. Oleh karena itu, ulama-ulama pada masa tersebut memanfaatkan izin pergelaran
pertunjukan Hadrah sebagai ajang berdiskusi tentang keislaman dan keummatan.
Selain itu, setelah masa kemerdekaan menjadi kondisi yang cukup genting bagi Islam. Pasalnya, di masa￾masa tersebut terjadi penyebaran faham Komunis yang begitu pesat, termasuk penyebaran yang
dilakukan dengan Seni dan Kebudayan. Oleh karena itulah, KH Wahab Hasbullah berinisiatif untuk
mengorganisir dan menandingi kelompok-kelompok kesenian dan budaya milik PKI.
Sehingga pada tahun 1959, terbentuklah organisasi Ishari, Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia
(ISHARI) yang berkantor pusat di Surabaya. Melalui kegiatan-kegiatan Ishari inilah kelompok Ulama dan
Santri melancarkan serangan tandingan, untuk membetengi kaum santri dari faham Komunisme yang
disebarkan oleh PKI.
Seiring berkembangnya industri musik di Indonesia, khususnya di Pulau Seribu Masjid ini, Hadrah bukan
lagi kesenian yang dikhususkan bagi Para Penganut Thariqat atau golongan tertentu. Kini kesenian
Hadroh dapat kita temukan di berbagai tempat dan acara, mulai dari acara kondangan, tabligh akbar,
hingga Perayaan Hari Besar Islam seperti yang dilakukan oleh Remaja Masjid Hidayatussallikin di Dusun
Berembeng, Desa Pengenjek, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *