Konsep Awal Pembangunan Alun-Alun Tastura Menjadi Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada) Harus Berdampak Pada Memobilisasi Ekonomi Masyarakat Dan Membuka Kesempatan Kerja
(Oleh : Lalu Eko Mihardi)
Sasamboinside.com – Sekitar tahun 2010 regional management Jonjok Batur bersama kabid Bina Marga saat itu (Alm. Lalu Aris Munandar ST) telah mengkonsep alun-alun Tastura sebagai salah satu tempat kegiatan Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada) sebagai manifestasi tindak lanjut untuk melokalisasi pedagang kaki lima yang berada di seputaran Masjid Agung Praya Lombok Tengah agar terkesan asri dan rapi serta tidak menggangu kegiatan pelaksanaan peribadatan.
Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) adalah sebuah tempat santai yang berisi kumpulan gerai-gerai makanan yang menawarkan aneka menu yang beraneka ragam. Sebagaimana kita lihat di seputaran marka jalan lapangan alun-alun tastura. Pujasera berkembang bukan hanya di dalam pusat perbelanjaan di kota saja, tetapi juga di beberapa tempat yang strategis.
Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan perilaku konsumen, kehidupan yang makin dinamis dimana waktu jadi kian terbatas, maka pilihan kuliner siap saji yang terpusat di satu tempat menjadi semakin terbatas.
Dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan Pujasera di seputaran masjid Agung Praya akan memunculkan persaingan yang semakin ketat, terutama terhadap dampak yang akan ditimbulkan dibelakang hari terhadap kehadiran konsumen dan keamanan lalu lintas, maka dibutuhkan sebuah lokasi yang mudah dijangkau, nyaman, aman, dan juga tersedia fasilitas yang baik serta terpusat tanpa menggangu arus lalu lintas maupun kegiatan yang lainnya.
Keluarnya ide-ide pemusatan kegiatan kaki lima di alun-alun tastura pada saat itu oleh Regional Management Jonjok Batur bersama kabid Binamarga, selain untuk memberikan kenyamanan bagi para pedagang dan konsumen, tujuan inti akan pemikiran keberadaan pemusatan Pujasera di lapangan alun-alun tastura untuk mendukung peningkatan perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat khususnya masyarakat di seputaran kota Praya, Kabupaten Lombok Tengah.
Masyarakat di Kota Praya memiliki budaya yang cenderung senang untuk berkumpul/silahturahmi bersama teman/sahabat, keluarga atau kolega. Hal ini terlihat makin menjamurnya pedagang kaki lima di berbagai tempat, dan juga di tandai dengan kebiasaan masyarakat kaum milineal yang duduk berlama lama di warung kopi (warkop) maupun Cafe hingga larut malam.
Melihat kondisi seperti itu maka terlintas pemikiran adanya kebutuhan masyarakat akan fasilitas dan sarana yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam dunia kuliner. Hal ini yang mendasari perlu adanya perencanaan Pujasera dengan pendekatan arsitektur modern dengan fasilitas dan tata ruang yang terpusat, sesuai standar kebutuhan masyarakat dan memiliki kaitan nyata terhadap mobilisasi ekonomi dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Tujuan awal pada saat itu di pilihnya lokasi alun-alun tastura sebagai tempat Pujasera adalah untuk melokalisasi para pedagang kaki lima yang berada di seputaran masjid Agung Praya. Agar keberadaan pedagang kaki lima tidak menggangu proses peribadatan di seputaran masjid Agung Praya.
Yang kedua, posisi alun-alun tastura sangat strategis untuk dijadikan tempat mendukung perkembangan industri kuliner dalam bentuk food court yang mudah dijangkau bagi seluruh masyarakat di berbagai kalangan. Dengan suatu harapan kedepannya tempat itu menjadi salah satu destinasi kuliner yang berada di tengah kota Praya.
Demikian juga dengan konsep arsitekturnya, semua lapak awalnya di design berada mengelilingi didalam lapangan alun-alun tastura dengan suatu pertimbangan agar tidak mengganggu arus lalu lintas serta menjaga keindahan kota. Sehingga kegiatan kuliner terpusat di dalam lapangan alun-alun tastura dengan design arsitektur modern yang terintegrasi secara komprehensip, dengan kerangka berpikir awalnya seperti berikut :
Namun apa daya konsep awal yang bagus itu akhirnya kandas dengan pemikirkan proyek oriented, dimana proses penataan lapangan alun-alun tastura tanpa perencanaan dan kajian yang matang dari OPD yang menanganinya.
Seluruh areal alun-alun tasturan hanya di tanami beton yang tidak memiliki dampak terhadap PAD maupun peningkatan ekonomi masyarakat. Penataan saluran drainase yang kurang baik menjadikan lapangan becek. Dan hasil pelaksanaan pekerjaan penataan alun-alun tastura pun kurang memuaskan dari sisi kualitas, dan kondisi yang seperti itu dibiarkan saja oleh aparat hukum meskipun ada pendampingan, padahal anggaran penataan tersebut telah menelan biaya sebesar Rp. 5 Miliar.
Konsep penataan alun-alun tastura awalnya adalah didalam lapangan sekelilingnya di bangun lapak-lapak menghadap ke lapangan supaya keberadaan para pedagang kaki lima itu tidak lagi berjualan/berada di marka jalan seperti saat ini, yang bisa mengganggu arus lalu lintas para penggunajalan raya.
Dan lapak-lapak itu nantinya bisa disewakan kepada yang berminat untuk dijadikan salah satu pendapatan asli daerah (PAD).
Di tengah-tengah lapangan menjadi areal terbuka hijau untuk santai dan kegiatan olah raga serta tempat menikmati segala produk kuliner yang ditawarkan oleh masyarakat, serta di halaman alun-alun tastura akan dihiasi oleh lampu-lampu taman yang akan menambah keindahan suasana.
Sehingga konsep penataan alun-alun tastura menjadi terstruktur, terintergrasi secara komprehensif terkait kebutuhan masyarakat terhadap peningkatan ekonomi, membuka lapangan kerja dan kondisi tata ruang di areal lapangan tastura yang baik serta indah baik di siang hari maupun malam hari.
Nasi sudah menjadi bubur, proyek penataan alun-alun tastura ternyata banyak ditanami beton tanpa perencanaan yang terintegrasi dan komprehensip, sudah selesai dikerjakan oleh Dinas Pariwisata bersama penyedia barang/jasa meskipun kualitas hasil pekerjaannya diragukan.
Pertanyaan yang membutuhkan jawaban semua pihak terutama para policy maker adalah apa value added yang di dapat oleh masyarakat atas proyek tersebut ditinjau dari segi ekonomi dan pembukaan lapangan kerja ?, selain hanya tempat nongkrong?.
Bisakah proyek hasil penataan alun-alun tastura itu berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara nyata?.
Silahkan di renungkan dengan pikran yang jernih. Maka menjadi tugas Aparat Hukum dan Inspektorat untuk melakukan audit atas kualitas hasil pekerjaan penataan alun-alun tastura yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Penyedia Barang/ jasa.
Sebab hasil sidak komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Tengah menemukan beberapa catatan terhadap kualitas pekerjaan penataan alun-alun tastura tahun anggaran 2024. Harusnya penataan alun-alun tastura mampu menyiapkan wadah yang nyaman bagi para pelaku usaha kuliner serta memajukan perekonomian di Kota Praya secara holistik.