Kasus Pengerusakan di Kateng Lamban Ancam Kamtibmas

Sasamboinside.com – Penasehat Hukum Siti Khadijah, warga Dusun Ketangge, Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Hartawan, mempertanyakan kelanjutan proses hukum laporan dugaan perusakan yang dilayangkan kliennya pada 5 November 2024.
Laporan tersebut, dengan nomor STTLP/287.B/XI/2024/SPKT/POLRES LOMBOK TENGAH/POLDA NTB, hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan selama enam bulan.
Hartawan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa lambannya penanganan kasus ini dapat memicu konflik antara pihak pelapor dan terlapor, yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
“Jika kasus ini terus berlarut-larut tanpa kejelasan, dikhawatirkan akan terjadi chaos,” ujarnya.
Menurut Hartawan, laporan dugaan perusakan awalnya disampaikan ke Polres Lombok Tengah, namun kemudian dilimpahkan ke Polsek Praya Barat.
Kasus ini berawal dari keberatan pelapor atas tindakan terlapor yang mengklaim telah membeli tanah milik kliennya.
Padahal, pelapor menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah dijual dan sertifikat kepemilikan masih dipegang utuh olehnya.
Terlapor mengaku membeli tanah tersebut dari ahli waris berdasarkan putusan pengadilan tahun 1996. Dengan dasar putusan tersebut, terlapor melakukan eksekusi sendiri, menganggap putusan itu belum pernah dilaksanakan.
Namun, Hartawan menegaskan bahwa putusan 1996 tersebut sudah dieksekusi dan telah ada surat perdamaian antara penggugat dan tergugat. Meski demikian, terlapor bersama kelompoknya tetap melakukan perusakan pagar di lahan tersebut.
“Putusan itu sudah di bagikan ke ahli waris. Sedangkan ahli waris tidak pernah menjual hak miliknya.
Upaya mediasi di Polsek Praya Barat telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Terlapor bahkan bersikeras meminta pelapor menyerahkan lahan yang diklaim telah dibelinya.
Hartawan menyoroti lambannya proses penyelidikan oleh Unit Reskrim Polsek Praya Barat. Sejak laporan diajukan pada November 2024, belum ada tindakan signifikan dari kepolisian.
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) hanya diberikan sekali pada 20 November 2024, tanpa kabar lanjutan hingga enam bulan berlalu.

“Keterlambatan ini patut dipertanyakan karena tidak ada penjelasan prosedural hukum dari Reskrim. Seharusnya, kepolisian memberikan kepastian hukum kepada pelapor,” tegas Hartawan.
Ia mendesak kepolisian untuk segera mengambil langkah tegas dalam penyelidikan kasus ini guna mencegah eskalasi konflik.
Terpisah, Kapolsek Praya Barat sesuai penjelasan Kanit Reskrim, menyatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus dugaan pengerusakan yang terkait dengan sengketa lahan di wilayahnya.
Menurutnya, kasus tindak pidana pengerusakan ini tidak dapat dipisahkan dari sengketa lahan yang mendasarinya.
“Kami telah melakukan gelar perkara sejak awal. Klaim lahan ini menjadi permasalahan, sehingga tidak bisa dipisahkan dari dugaan tindak pidana pengerusakan,” katanya, 14/5/25.
Dikatakan, dua hingga tiga saksi serta pelapor telah dimintai keterangan. Pihaknya juga telah memberikan ruang mediasi pada 21 Desember 2024 dan di bulan Januari 2025, Namun, dua kali mediasi yang dilakukan tidak membuahkan titik temu.
“Dari mediasi, terlapor menunjukkan putusan pengadilan, pelapor memiliki alat bukti sertifikat sehingga mediasi tanpa ada kesepakatan. Pelapor tetap menuntut agar kasus pengerusakan diproses,” jelas Kapolsek.
Ia menegaskan, jika unsur pidana cukup, kasus akan ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, jika lebih condong ke sengketa perdata, polisi akan menyarankan kedua pihak menempuh jalur hukum lain, seperti gugatan perdata.
“Kami akan gelar perkara Minggu depan,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *