Sasamboinside.com – Suara amarah rakyat kembali menggema di depan Mapolres Lombok Tengah, Kamis (23/10/2025).
Ratusan warga dari Aliansi Masyarakat Bersatu turun ke jalan menuntut satu hal: musnahkan debt collector (DC) yang selama ini beroperasi layaknya preman jalanan.
Koordinator aksi, Ali Wardana, menuding ada “tangan-tangan tak terlihat” yang sengaja membiarkan praktik perampasan kendaraan oleh para DC.
“Tahun ini saja, saya sudah mengurus tujuh kasus perampasan kendaraan oleh orang yang mengaku DC. Laporan sudah masuk ke polisi, tapi tak satu pun yang benar-benar tuntas,” ujarnya.
Menurut Ali, praktik DC bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi bentuk perampasan hak warga negara di ruang terbuka. Ia bahkan menyinggung adanya anggota DPRD yang rela mengorbankan diri membela rakyat yang kendaraannya dirampas, namun justru dilaporkan ke polisi.
“Lucu sekali. Orang yang bela rakyat malah dijadikan tersangka. Katanya ada penganiayaan, ada pengeroyokan. Tapi siapa yang dianiaya, siapa yang dikeroyok? Rakyat justru jadi korban,” tegasnya.
Ali juga akan menunjukkan bukti kuat berupa rekaman CCTV. Dalam video itu, enam orang diduga DC terlihat masuk ke rumah warga dan mengancam pemilik mobil agar menyerahkan kunci.
“Rekaman itu kami serahkan ke Polres hari ini. Kami ingin lihat sejauh mana keberanian penegak hukum menegakkan keadilan,” Tegasnya.
Menurut Ali, perlawanan warga hari ini bukan soal satu nama, melainkan akumulasi kemarahan rakyat terhadap sistem yang membiarkan premanisme berseragam legalitas.
“Ini bukan soal Muhibban, bukan soal siapa-siapa. Ini tentang rakyat yang tiap bulan dirampas haknya oleh yang mengaku hukum,” katanya.
Menanggapi desakan itu, Kapolres Lombok Tengah AKBP Eko Yusmiarto menegaskan komitmennya untuk menertibkan seluruh aktivitas premanisme, termasuk DC ilegal.
“Polres wajib menindak setiap bentuk premanisme. Negara tidak boleh kalah dengan preman,” tegasnya.
Kapolres menekankan agar masyarakat tidak menyerahkan kendaraan ketika dihadang DC di jalan.
“Kalau dicegat, jangan beri kendaraan. Segera lapor ke polsek atau polres. Tapi masyarakat juga harus tahu kewajibannya membayar kredit. Perusahaan punya hak, tapi tidak boleh menarik di jalan tanpa dasar hukum,” jelasnya.
Kuasa hukum korban perampasan mobil, Kusuma Wardana, menilai akar masalah ada pada perusahaan pembiayaan yang masih memakai jasa DC.
“Kami tidak rebut mobil untuk dimiliki, tapi mengamankan barang bukti agar tidak dihilangkan. OJK sudah keluarkan surat edaran agar perusahaan pembiayaan dilarang menggunakan DC di jalan. Tapi faktanya, mereka masih jalan terus,” kata Kusuma yang akrab disapa Dodek.
Lebih lanjut, menurutnya pelanggaran ini tidak bisa dibiarkan karena menyangkut keamanan warga dan kewibawaan hukum.
“Finance yang memakai jasa DC itu harus dihukum. Ini bukan sekadar soal kredit macet, ini soal martabat hukum negara,” ujarnya.
Gelombang tuntutan warga ini menandai puncak ketegangan antara rakyat dan aparat penegak hukum di Lombok Tengah.
Massa menuntut Polres bertindak cepat dan tegas, bukan sekadar janji.
“Polri tidak boleh hanya jadi penonton. Menyisir DC adalah perintah undang-undang, bukan pilihan,” teriak orator menutup aksi yang berlangsung tertib. (Her)